Minggu, 29 Oktober 2017

Mendanau Elok: Pulau di Bangka Belitung dengan Potensi Mengagumkan (Part 2)

Hai, sudah selesai baca yang part 1? Kalau belum, mending baca dulu deh disini, jadi gak bingung baca ini hehe

Sudah banyak ya kuceritakan beberapa tempat di Pulau Mendanau yang kukunjungi sewaktu disana selama 7 hari. Di part 2 ini aku akan membahas potensi wisata unggulan dari 3 desa di Kecamatan Selat Nasik, Pulau Mendanau, Kabupaten Belitung. Jadi kalau di post sebelumnya aku lebih banyak menceritakan tempat wisata di Desa Selat Nasik, kali ini aku juga akan cerita mengenai wisata unggulan di Desa Suak Gual dan Desa Petaling nih.

Meskipun secara infrastruktur Desa Suak Gual dan Desa Petaling tidak selengkap Desa Selat Nasik, namun masyarakat di 3 desa itu saling hidup rukun dengan keberagaman sosial budaya masing-masing yang menjadi ciri khas setiap desa.

Oke, kalau di post sebelumnya sudah kuceritakan satu tempat ikonik di Desa Suak Gual, yaitu Tanjung Lancor dimana terdapat mercusuar peninggalan zaman pemerintahan Belanda, ada lagi nih tempat ikonik di Desa Suak Gual yaitu Pelabuhan Suak Gual. Lho kok pelabuhan? Bukannya di tiap desa juga punya pelabuhan? 

Ini dia bedanya pelabuhan Suak Gual dengan pelabuhan di dua desa lainnya. Disini ada spot foto menarik yang dikreasikan oleh pemuda-pemudi Desa Suak Gual. Namanya "Aku de Gual", artinya "Aku di Gual". Orang melayu sini mempunyai dialek yang menyebut huruf vokal "i" dengan "e", dan sebaliknya. Beda lagi dengan orang Melayu Palembang yang mempunyai dialek "o" untuk menyebut huruf vokal "a" seperti orang Jawa.

Aku de Gual

Spot foto berlattar Pelabuhan
Hei kenalin, itu Mas Egi, narasumber kami yang sudah banyak membantu kami sebelum hingga selesai misi

Kamu bisa berfoto dengan lattar laut lepas dan hamparan awan di langit yang bisa terlihat sangat menawan kalau kameramu MP nya tinggi :D


Spot foto di sisi lain pelabuhan

Dari sebelum berangkat ke Bangka Belitung ini aku sudah dibuat penasaran sama spot foto "Aku de Gual" ini. Pasalnya pokdarwis (kelompok sadar wisata) Desa Suak Gual punya akun Instagram dan mereka sudah follow IG ku sejak lama. Kukepoin dong, kelihatan banget kalau mereka aktif mengembangkan potensi wisata di desa mereka. 

Kami juga berkesempatan untuk mengunjungi sekretariat Pokdarwisnya nih. Itu adalah rumah panggung dari kayu yang sudah lama pengen aku kunjungi gaes. Di Selat Nasik juga masih ada sih beberapa rumah panggung, tapi itu adalah rumah-rumah yang dekat dengan hutan. Sebagian besar malah sudah tidak berpenghuni. Rumah itu sebenarnya adalah rumah ketua Pokdarwis Desa Suak Gual, namun sekarang difungsikan sebagai sekretariat. 

Belajar bersama Pokdarwis Suak Gual
Di bangunan berukuran 4x4 cm itu, kamu bisa melihat barang seni dan juga produk makanan khas yang diproduksi oleh warga Suak Gual. Dari hasil chit-chat kami dengan ketua Pokdarwisnya, kami jadi tau nih kalau Pokdarwis Desa Suak Gual ini adalah Pokdarwis terbaik kedua nasional. Hebat kan? Di Pulau Mendanau lho, ada orang-orang hebat seperti mereka. Di sinek lho, yang mana kalau dari Jakarta harus naik pesawat dulu lalu mobil, dan naik kapal. Kenapa ada di sini? Pulau kecil di Kepulauan Bangka Belitung?

Ini simbol Pokdarwis, love(?) eh

Ini semacam pecut buat kami sih, ah bukan hanya dari Pokdarwis Suak Gual saja ding. Hampir semua pemuda-pemudi di Pulau Mendanau ini menyentil kami. Kami lho jauh-jauh datang dari Sulawesi, Kalimantan, Riau, Jawa, Sumatera, sok sokan mau membangun tanah orang dengan kedok pengabdian. Nyatanya, kami malah banyak belajar dari mereka. Tak banyak dari mereka yang sudah melihat dunia luar, melihat Jakarta saja deh, gak usah jauh-jauh. Tapi mereka tak ada keinginan berlebih untuk sok jadi orang kota. Mereka memilih hidup, berkembang, dan membangun tanah mereka sendiri.

Ini suatu tamparan banget sih buat aku pribadi. Aku memang sudah beberapa kali mengabdi, apalagi bidang ilmu yang kupelajari di bangku kuliah mengharuskanku untuk berinteraksi dengan masyarakat dan orang-orang baru di lingkungan yang asing. Tapi aku justru belum punya kesempatan untuk membangun kampungku sendiri. Teringat spanduk di pinggir jalan yang selalu menjadi pemandanganku selama 3 tahun berangkat-pulang sekolah naik angkot, "Bali Ndeso Mbangun Ndeso", yang artinya "Pulang ke Desa, Membangun Desa". Hei Ran, ngapain jauh-jauh mengabdi, ngabdi sama orangtuamu dulu deh, udah belum? Kicep gue.

Nah udah? Itulah keunggulan warga di Pulau Mendanau ini.

Next, Desa Petaling. Ini adalah desa pertama dimana kakiku menginjak Pulau Mendanau pertama kali. Begitu sampai di desa ini, sinyal ilang semua pemirsa. Kalau di Desa Suak Gual masih mending ada sinyal. Dari yang kubaca di buku RPKP Kabupaten Belitung dan hasil wawancara dengan narsum, aku tau kalau di Desa Petaling ini potensi wisata terbesarnya adalah hutan mangrove. Bisa dilihat di sepanjang jalan kenangan menuju desa lainnya (akses jalan cuma satu itu, sudah beraspal) di kanan kiri kau akan melihat hamparan hutan mangrove. Belum ada lampu penerangan jalan disini, tapi juga cukup aman kok. Warga disini baik-baik ^_^ Motor lho, gak pernah diambil kuncinya kalau diparkir. Malah aku diketawain kalau aku mengunci stang motor dan menarik kuncinya -_-

Desa Petaling ini ternyata menyimpan potensi wisata yang beda dengan dua desa lainnya. Disini ada dataran paling tinggi di Pulau Mendanau, namanya Bukit Petaling. Dari namanya bukit, aku kok langsung bayangin bukit telletubies yang landai-landai gimana gitu ya, jadi ekspektasiku terlalu rendah. Aku gak menyiapkan diri berlebihan untuk mendaki bukit itu. 

Tapi ternyata, track menuju bukit itu adalah kami harus melewati hutan dengan jalan yang cukup curam. Apalagi kami datang tepat setelah hujan lebat. Mantap. Peraturan sebelum mendaki bukit ini, pertama tentu saja berdoa. Selanjutnya, kamu tidak perlu merasa asing selama melewati hutan nanti. Anggap saja dirimu sudah 10 kali lewat situ atau bahkan selalu lewat situ tiap mau BAB. Pokoknya jangan merasa asing. Dan lagi, jangan terlalu banyak berkomentar terhadap apa saja yang dilihat di dalam hutan nanti.
Briefing dari Ketua Porkdarwis Petaling

Kok syeram Ran? Biarin, emang Pengabdi Setan aja yang bisa syeram? Mwehehe... :p

Pokoknya, ikuti saja apa yang tetua adat katakan ya. Tapi aseli, aku belum pernah melewati hutan liar seperti itu. Pernah sekali ngelewatin hutan, tapi itu hutan suaka alam yang memang sebagai jalan alternatif dari Kabupaten ke Kota di Kendal, Jawa Tengah. Walaupun ada peringatan untuk berhati-hati terhadap binatang liar, tapi karena ramai dan jalanan beraspal jadi gak syeram. Akses jalan menuju bukit petaling memang sudah ada tracknya, tapi kalau kamu kesini gak bareng warga lokal, pasti tetap bingung. Jadi disarankan tetap bersama dengan warga lokal ya, karena ternyata warga lokal disini sering beramai-ramai naik ke Bukit Petaling saat perayaan hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Islam, dll.

Pendakian bukit dimulai!

Sewaktu naik, kau akan banyak menemukan tanjakan curam dengan kemiringan hampir 90 derajat. Tapi banyak batu atau kayu atau tali yang bisa kamu pegang sewaktu naik. Jadi tetap aman. Pendakian dari titik keberangkatan awal kami kurang lebih 30 menit. Gak terlalu lama kan? Yang bikin lama paling kalau sering istirahat tiap ngelewatin satu tanjakan :p


Licin, karena hutannya masih asli. Makin masuk ke dalam makin gelap.


Pendakian selesai kalau sudah menemukan banyak batu seperti ini

Tapi semua lelah, semua keringat, semua rasa sesal gak pake sendal gunung terbayarkan kalau kamu sudah berada di Puncak Mendanau ini. Memang gak tinggi, hanya sekitar 180 mdpl tapi kamu bisa melihat hamparan Pulau Mendanau persis seperti yang kamu lihat di Google Earth, tapi ini versi langsungnya. Disini juga ada banyak spot foto, beberapa memang sudah ada, yang lainnya merupakan peninggalan teman-teman tim sebelumnya yang datang kesini. Disini sudah ada tempat sampahnya gengs, dan sampahnya selalu diambil oleh teman-teman Pokdarwis yang rutin datang tiap minggu. Wah, sehat terus ya mereka kalau olahraganya beginian :D

Pemandangan Pulau Mendanau

Dan yang lebih mengejutkan adalah, di Puncak Mendanau a.k.a Bukit Petaling ini sinyalnya kuenceeeng abis! Mau 3G atau 4G, ada! Aku malah bisa videocall dengan kualitas gambar bagus sama keluarga di Tegal yang berjarak bermil-mil dari situ. Bukitnya gak terlalu luas, tapi fasilitas sudah lengkap seperti tempat sampah, dan bangku lengkap dengan meja buat kamu yang mau piknik disini.

Sukaaaak :D

Mau kemana Mbak?

Di Puncak Mendanau

Next, desa terakhir sekaligus desa yang lebih kukenal dibandingkan dua desa lainnya, adalah Desa Selat Nasik. Disini ada nih tempat ikonik yang tidak dimiliki 2 desa lainnya. Pertama, Tugu Perjuangan yang bisa kau temui ketika baru memasuki Desa Selat Nasik. Aku kurang paham bagaimana sejarahnya, tapi ketika kau ketikkan "Selat Nasik Pulau Mendanau Belitung" di Google Search Engine, tugu perjuangan itu akan muncul di laman pertama hasil pencarian. Kalau kamu belum foto disini, berarti kamu belum datang di Selat Nasik hehe.

Gelap, tuh lihat langitnya mendung banget

Desa Selat Nasik ini juga punya Rumah Adat yang dibangun di atas air laut di sisi Pelabuhan Selat Nasik. Ukurannya lebih besar dari rumah panggung Pokdarwis Suak Gual, dan di rumah adat ini juga ada aula yang cukup luas untuk rapat pemuda-pemudi, lengkap dengan halaman yang bisa dibuat acara pengajian satu Pulau Mendanau.

Rumah Adat Selat Nasik tahun 2015

Pemuda pemudi Selat Nasik berkumpul di Rumah Adat


Rumah adat yang disulap jadi panggung catwalk

Pas kami datang kebetulan ada perayaan Tahun Baru Islam dengan rangkaian acara lomba selama seminggu. Dan di tangan pemuda-pemudi Selat Nasik, rumah adat itu bisa berubah menjadi majelis, bahkan sampai jadi panggung catwalk. Keren deh karang taruna dan Irma Selat Nasik.

Di dekat rumah adat juga ada Warkop Selat Nasik nih. Ga ada tempat seterkenal warkop Selat Nasik ini di Pulau Mendanau. Langsung menghadap ke laut lepas, warkop ini jadi tempat paling pas buat menikmati senja sambil minum kopi atau lomba ngemil kuaci kayak yang biasa kulakukan.

Proyek Bangunan di samping warkop itu nantinya akan difungsikan sebagai Perpustakaan Desa "Pustaka Maritim"

Warkop Selat Nasik dengan view Pelabuhan 

Kita lagi lomba ngemil kuaci sambil ngelihatin anak-anak berenang di Pelabuhan

Nah di warkop ini warga sering banget kumpul, tua muda, anak-anak hingga dewasa. Menu yang disajikan juga gak cuma kopi kok. Ada susu, teh, cokelat, soda, cemilan-cemilan ringan. Ga ada gorengan tapi. Mbak-mbak pelayannya juga cantik-cantik dengan dandanan sopan. So, recomended lah.

Warkop dengan suasana kekeluargaan
Nah, di warkop ini kamu juga bisa dengan mudah menemukan Sulai, dia itu artis di Selat Nasik yang katanya kalau belum ketemu Sulai berarti kamu belum datang ke Selat Nasik. Waduh, sama kayak tugu perjuangan dong ya. Cobalah minta Sulai bilang "kamu cakep", maka dia akan menganggukkan kepala dan mengacungkan jempolnya sambil nyengir kuda. Tapi kalau dia gak ngomong apa-apa, itu artinya dia mau ngomong "tapi bohong" cuma gak tega. Lucu ya?

Gak jauh dari Pelabuhan, kamu bisa melihat banyak keramba-keramba ikan, nah sebagian besar itu milik Bapak Asuhku nih, namanya Pak Imran. Itulah sebabnya setiap hari pagi-siang-malam aku selalu dikasih makan ikan. Padahal kalau di rumah lebih sering memilih tempe tahu dibandingkan ikan. Cobalah datang pagi-pagi habis subuh di Pelabuhan, kalau ketemu Bapakku, mintalah ikut ke kerambanya. Beliau akan dengan senang hati menerima tamu, kalau tahu diri ya bantuin nyikat perahunya lah hahaha. Selama 7 hari disana, aku belum pernah sekalipun ke keramba Bapak. Bangun pagi selalu hampir kesiangan dan mepet sama jadwal pelaksanaan proker jadi yaa gitu deh.

Itu Bapakku yang pake Topi, lagi diwawancara Mbak Cahya

Eh, ada lagi oleh-oleh wajib yang kamu harus bawa dari sini. Kerupuk Ikan dan Cumi "NITA" made by ibuku haha. Enak banget, aku lebih suka kerupuk ikannya tapi. Makan kerupuknya ibuk itu ngingetin aku sama Mama yang suka gak bisa makan tanpa kerupuk. Anyway, kamu bisa borong kerupuk ikan ini dengan harga 60 ribu per kg nya. Kerupuknya tuh kalau digoreng bisa melebar selebar-lebarnya deh, jadi jangan takut bakal cepat habis. Dan terutama, halal dan sehat. Beberapa kali aku juga bantuin ibu bungkusin kerupuk sampai nyiapin kemasan-kemasan dalam satu tali buat dibawa ke kantin sekolah. Biar jadi anak sholehah ceritanya hahaha.

Oh ya, di Pulau Mendanau ini juga ada pesta adat "Maras Taun" yang diadakan setiap bulan keempat setiap tahunnya. Ini merupakan pesta adat sebulan penuh untuk melestarikan budaya-budaya di Pulau Mendanau. Pusat kegiatannya ada di Selat Nasik ini nih. Di acara ini kamu bisa mengikuti prosesi adat pernikahan, terus ada olahraga tradisional, dan serangkaian hiburan lainnya. 

Pamflet Maras Taun Tahun 2017

Tenang saja, di Pulau Mendanau ini banyak homestay yang disewakan warga. Kebanyakan sih ada di Desa Selat Nasik dan Desa Suak Gual. Untuk masalah makan, menurutku malah lebih mahal di Jawa dibandingkan disini. Bangka Belitung terkenal dengan low budget trip-nya. Jadi, jangan khawatir kalau kamu cuma bawa sedikit uang. Aku sudah membuktikan, cuma menghabiskan uang kurang dari 500 ribu untuk hidup selama 7 hari di Pulau Mendanau. Kalau mau trip keliling Belitung, 1 juta cukuplah. Tapi kalau mau ngelilingin seluruh Kepulauan Bangka Belitung, beda lagi ya. 

Di Bangka Belitung ini ada satu destinasi wisata utama yang masuk ke dalam 10 besar prioritas  wisata Indonesia, namanya Tanjung Kelayang yang mana merupakan tempat syuting Film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel legendaris karya Andrea Hirata. Kalau mau ikut aku menelusuri jejak laskar pelangi, bisa baca disini

Okedeh, selesai sudah ceritaku tentang perjalanan kemarin ke Pulau Mendanau. Terimakasih sudah mengikuti postinganku dari Part 1 yaa :D

Sampai jumpa di cerita jalan-jalanku selanjutnya. Gak tau dimana, tapi semoga bisa nulis lagi cerita travelling di Bangka Belitung ini. I trully fallin in love with Babel! :D



0 komentar:

Posting Komentar