Rabu, 25 Oktober 2017

Mendanau Elok: Menyapa Keindahan di Pulau Mendanau Bangka Belitung (Part 1)

Karena aku udah singgung di post sebelumnya tentang perjalanan menelusuri jejak laskar pelangi di Bangka Belitung, aku mau sekalian cerita deh tentang misi utamaku datang ke Bangka Belitung. Aku udah bilang ya di post sebelumnya bahwa ENJ ini adalah kegiatan pengabdian yang diadakan oleh kementerian koordinator bidang kemaritiman RI di 34 provinsi di Indonesia. Aku ga akan cerita tentang apa pengabdian yang kami lakukan disana, karena ini bukan laporan kegiatan :p Sebaliknya, aku akan bercerita sejak pertamakali apply kegiatan ini hingga pulang dari bertugas.

Bagai mimpi rasanya terpilih sebagai satu dari 1000 orang dari total 12.000 orang pendaftar. Bahkan gatau nanti berangkat sama siapa, uang darimana, dan bakal gimana nanti. Semua kubiarkan mengalir saja. Persiapan mulai dilakukan sejak Bulan Ramadhan, rapat online setelah salat tarawih sampai menjelang tengah malam, dan hanya mengandalkan foto profil LINE untuk mengenali teman-teman yang akan membersamai pengabdian 10 hari itu.

Bukan hal yang mudah untuk membuat komitmen jarak jauh dengan orang-orang yang baru kenal tapi belum bertatap muka, sungguh, itu sangat sulit. Di grup LINE pun hanya beberapa yang aktif, mencoba menghangatkan suasana dengan membanyol sampai cerita horor biar semuanya bersuara. Sampai akhirnya kami lelah sendiri dan aku yang kebetulan dipasrahi amanah sana sini untuk ini dan itu mengurus proposal, hampir 100 orang peserta rute Bangka Belitung pernah aku japri (read: personal message) untuk mengajak mereka semua berkontribusi, baik dengan cara halus sampai cara agak memaksa wkwk.

Kami memilih Mendanau, entahlah dulu siapa yang memilih ini. Kami percayakan saja sama peserta yang berasal atau berdomisili di Bangka. Yang kami tahu di Pulau Mendanau ini ada 3 desa, cocok dengan jumlah tim kami yang 3 ini. Masing-masing tim kami memilih satu desa sebagai tempat pengabdian. Aku awalnya ikut tim di Desa Petaling, namun ternyata jadwal wisudaku mundur dan bentrok dengan jadwal pengabdian, akupun memutuskan pindah tim.

Beruntung masih ada tim terakhir yang kebetulan memilih jadwal yang berbeda dengan 2 tim pertama. Aku jadi masih bisa ikut ENJ kan. Aku akhirnya berada di tim 3 yang bertugas di Desa Selat Nasik yang mana merupakan pusat pemerintahan di Pulau Mendanau.

Pulau Mendanau merupakan wilayah untuk Kecamatan Selat Nasik yang membawahi 3 Desa, yaitu Desa Petaling, Desa Suak Gual, dan Desa Selat Nasik. Jumlah penduduk di Selat Nasik ini yang paling banyak, ada puskesmas, TK, SD, SMP, SMK, dan jaringan seluler sudah 3G dan 4G. Intinya, di Desa Selat Nasik ini yang menurutku secara infrastruktur lebih baik daripada 2 desa lainnya.
Pemandangan sebelum mendarat di Bandara Depati Amir
Bersama dengan 2 cowok yang sudah lama kenal lewat chat

Kami memilih titik kumpul di Bangka, Bandara Depati Amir Pangkalpinang tanggal 30 September. Seminggu sebelumnya kami diberitahu bahwa kapal ke Belitung hanya ada di tanggal 2 Oktober, akhirnya kami punya waktu 2 hari untuk explore Bangka. Kami sempatkan main ke Pantai Pasir Padi dan Pantai Tongaci. Besoknya tanggal 2 Oktober kami menyebrang ke Belitung jam 12 siang, sebelumnya kami sempat bertemu dan rapat dadakan di ruang tunggu Pelabuhan Pangkalbalam dengan tim 1 dan 2 yang baru pulang bertugas. Tujuannya untuk koordinasi dan melanjutkan estafet dari mereka.

Sampai di Belitung sekitar pukul 18.30 WIB dan kami menginap semalam di Belitung. Besoknya baru kami menyebrang ke Pulau Mendanau lewat Pelabuhan Pegantongan dengan menempuh perjalanan darat sekitar 30-45 menit dari Tanjungpandan. Bisa juga sih jika menyebrang lewat Pelabuhan Tanjungpandan yang lokasinya bisa ditempuh dalam waktu 10 menit dari penginapan kami, tapi untuk sampai ke Mendanau butuh waktu 2,5-3 jam, berbeda jika lewat Pelabuhan Pegantongan yang hanya memakan waktu 30 menit ke Pulau Mendanau.

Pelabuhan Pegantongan, sebelum berlayar ke Mendanau

Tiba di Pulau Mendanau, kami ternyata sudah disiapkan bus dan mobil bak terbuka untuk mengangkut barang-barang yang kami baa. Juga ada serombongan bapak-bapak yang kemudian kami tau bahwa merekalah orangtua asuh kami selama di Mendanau. Dari Pelabuhan Petaling dimana kami tiba pertama kali di Mendanau, kami menempuh perjalanan darat sekitar 15-20 menit ke Desa Selat Nasik.

Kami pun turun di halaman rumah adat dan juga warkop yang sudah kutahu dari lama lewat observasi internet. Yang buat kami tercengang karena ramai sekali warga berkumpul (bukan khusus menyambut kami sih, cuma kebetulan lagi ada acara merayakan tahun baru Islam). Kami disambut dengan tarian pencak silat diiringi musik khas melayu, dan bersalaman dengan perangkat desa, kepolisian, tokoh adat, dan tokoh agama, serta masyarakat Desa Selat Nasik.

Sambutan dengan tarian adat 
Kami diarahkan ke warkop dan disuguhkan teh susu hangat, kemudian diserahkan kepada orangtua asuh. Ternyata mereka sudah menyiapkan 10 orangtua asuh, karena memang awalnya kubilang ke narsum kami, Mbak Widya dan Mas Egi kalau total peserta ada 34 orang, ternyata yang berangkat cuma 14 orang. Akhirnya terpilih 7 orangtua asuh, dimana setiap rumah ortu asuh ada 2 peserta.

Orangtua asuh peserta ENJ

Suasana warkop Selat Nasik 

Kami awalnya bingung, karena rumah kami berjauhan dan kami belum banyak rapat serius untuk membahas program. Tapi sisi positif yang bisa kami lihat, bahwa kami bisa lebih dekat dengan warga jika kami tinggal terpisah di rumah-rumah warga. Walaupun kami tetap belum bisa dekat dengan semua warga karena cakupannya terlalu luas.

Dari hasil observasi langsung kami ke masyarakat Desa dan Kecamatan Selat Nasik, kami memutuskan untuk fokus di bidang pariwisatanya. Karena ternyata banyak potensi wisata di Desa dan Kecamatan Selat Nasik yang belum banyak diketahui dan masih sangat alami. Sebenarnya ini juga jadi misi jangka panjang 3 tim untuk ke depannya, yaitu menjadikan Pulau Mendanau sebagai destinasi wisata yang dipertimbangkan di Bangka Belitung. Tapi, itu nanti dulu ya, semoga suatu hari bisa terlaksana ^_^

Jadi hari pertama kami masih sok-sok serius menjalankan program kerja, nah mulai hari kedua tuh mulai deh kami diajakin jalan-jalan. Yah inget lagi deh prioritas utama kami kan pariwisata, jadi sebelum promosi wisata kita cobain dulu wisatanya hehe. 

Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Berhubung kami peserta ENJ ini udah nunggu berbulan-bulan demi bisa berenang di pantai pasir putih Mendanau ini, kamipun langsung memilih Pantai Pasir Panjang nih buat program pertama kami yaitu Bersih Pesisir Pantai. Yang kami dengar sih, Pantai Pasir Panjang ini milik perseorangan, namun masih diusut sengketanya. Dari Desa Selat Nasik sendiri harus melewati jalanan hutan selama sekitar 15 menit. Kalau sudah jauh dari pemukiman warga, jalanan aspal berganti menjadi jalanan tanah liat. Kebetulan pas kami kesana habis hujan nih, jadi agak licin gitu jalannya. 

Kenalkan, (calon) bidadari surga :D (read: fokus ke pantainya aja)
Pengalaman teman yang sudah hampir kesini sih, awalnya mereka pake Google Maps, tapi di tengah hutan sinyal hilang jadi mereka balik lagi karena gatau jalan. Padahal sih sudah ada penunjuk jalan, walaupun cuma satu. Penting yakin, kataku mah. Mendekati Pantai Pasir Panjang, jalanan tanah liat itu digantikan jalanan berumput hijau. Makin dekat lagi, kamu akan melihat hamparan pasir putih dengan pemandangan yang mengagumkan.

Jadi, di pantai ini kamu bisa lihat hamparan pasir putih yang memanjang menghadap laut lepas. Kelihatannya masih perawan ya, tapi kami menemukan banyak sampah plastik dan botol di semak-semak juga tanaman berduri yang tumbuh di tepi pantai. Berbeda dengan pantai di Bangka yang kami temukan pasir pantai bercampur dengan butir timah, pantai pasir panjang ini masih bersih, airnya juga sangat jernih. 


Buat kamu yang bisa berenang, nah kedalaman air laut disini lumayan nih buat nyelam-nyelam. Gak jauh dari bibir pantai, sekitar 2-3 meter, kedalamannya sudah hampir 2 meter. Buat yang ga bisa berenang dan pengen berenang disini, kusarananin pake pelampung. Ombaknya ga terlalu besar sih, enak banget lah buat bersantai.

Buat kalian yang datang kesini untuk berpiknik, jangan lupa sampahnya dikemas sendiri lalu dibawa pulang ya. Karena disini belum disediakan tempat sampah dan belum ada pengelolanya. Masih asri banget gaes, jangan kotori alam yang masih perawan yaa. 

Sampah yang kami kumpulkan
Oh ya, sebelum kamu sampai di Pantai Pasir Panjang ini, kamu akan menemukan 2 persimpangan jalan. Ambil kiri, kamu akan sampai di Pantai Pasir Panjang. Ambil kanan, kamu akan sampai di Pantai Kuku Burung. Ini destinasi kami yang kedua, masih membawa nama program, yaitu tanam mangrove. Aku gak tau kenapa ini disebut Pantai Kuku Burung, whatever you named it lah, yang jelas berbeda dengan jalanan berumput di Pantai Pasir Panjang, kamu akan menemukan hamparan tanah putih yang putiih banget kayak kapur. Tapi ini teksturnya sedikit liat ya. Aku bingungnya nyebutnya gimana :v

Parkir di atas tanah empuk

Mungkin karena ini daerah rawa ya, jadi teksturnya gitu. Tapi tempat ini cocok banget buat kamu yang mau foto bareng pasangan. Cantik banget lah. Sambil lewat tuh aku sambil ngebayangin bisa foto prewedding disitu, lalu seketika hancur lebur ketika sadar "cari pasangannya dulu Mbak!" Hahahaha :D

Mari menenam mangrove untuk laut Indonesia!
Kalau dilihat dari kapal yang melintasi bibir pantai kuku burung ini, kamu akan langsung melihat hamparan tanah rawa. Kalau kamu melihat tanaman-taman mangrove kecil, selamat! Kamu menemukan jejak kami hahaha. Di pantai ini kamu bisa ketemu sama banyak kepiting. Ukurannya gak sekecil kepiting yang kamu temukan kalau ke Tanjungpedam Belitung di pagi hari, kalau ini ukurannya sedang, tapi gak cukup ya buat dimasak.

Kepiting di Pantai Kuku Burung
Kalau ini sekawanan kepiting kecil di Pantai Tanjungpedam

Sekali lagi, kalau kesini entah mau foto prewed atau mau piknik, tolong sampahnya dibungkus lalu dibawa pulang ya. Disini masih belum ada pengelolanya dan terutama... masih gratis buat dikunjungi. Beda yaa sama pantai di Jawa ini hampir semuanya sudah berbayar jika ingin menikmati keindahannya.

Itu baru pantai ya, di Pulau Mendanau ini banyak banget gugusan pulau-pulau kecil yang mengelilinginya. Tapi kami cuma datang ke satu pulau yaitu Pulau Langir. Dari Pelabuhan Selat Nasik di belakang warkop, kamu bisa menyewa perahu nelayan atau speedboat untuk sampai di Pulau Langir dan memakan waktu 30-45 menit. Ekspektasiku dulu, aku tidak akan berenang, karena kupikir perahu kami akan berlabuh di bibir pantai dan kita langsung turun di pasir putihnya.

Ternyata, wohoo... perahu kami berhenti sekitar 200-300 meter dari bibir pantai dan kami harus berenang sampai ke tepi. Sekali lagi, buat kamu yang gak terlalu pandai berenang kayak aku, mending pake pelampung. Gak terlalu dalam sih, dari jarak 100 meter kamu sudah bisa berjalan. Tapi, hati-hati, banyak sekali tumbuhan kayu dan karang yang melindungi pulau ini. Makanya perahu kami tidak bisa sampai di tepi. Disarankan juga kamu pakai sandal buat menghindari tertusuk kayu. Yang sudah pakai sandal pun, kalau tidak berhati-hati bisa kena banyak baret di kaki. Ada juga ikan-ikan kecil yang suka gigit. Jadi, keep going on kalau kamu ga mau kena gigit ya haha... Ikannya bukan seperti piranha sih, ikannya lucu malah warnanya putih. Ukurannya juga ga sekecil ikan terapi yang biasa ada di tempat pemandian air panas ya.

Itu kapal kami, jauh kan dari tepi

Tepi Pulau Langir
Pulau Langir ini tidak berpenghuni, dan masih sangat perawan. Gak banyak sampah seperti di pantai pasir panjang juga. Kamu juga bisa memancing dan membakar ikan di tepi pantai seperti yang kami lakukan. Kebetulan saat kami berada disana hujan turun dengan deras, aku berteduh di tenda tapi malah menggigil kedinginan. Setelah mengikuti teman-teman yang bermain air di laut, ternyata suhu air laut lebih hangat. Buat kamu yang pengen bawa oleh-oleh kerang dari sini juga bisa cari di tepi pantai.

Ikannya segar banget, manis gitu rasanya padahal gak dikasih bumbu, langsung bakar setelah ditangkap di laut
Berteduh, tapi malah kedinginan, yuk mari makan

Berendam di air laut sambil cari kerang

Dari Pulau Langir ini, kami melanjutkan perjalanan ke Tanjung Lancor dimana terdapat mercusuar yang melegenda. Ini lokasinya bukan di Desa Selat Nasik sih, tapi di wilayah administrasi Desa Suak Gual. Dari Desa Selat Nasik juga bisa ditempuh dengan jalur darat, tapi kepalang basah kami sekalian aja kesana naik perahu.

Sepoi-sepoi

Sampai disana, kamu akan kembali menemukan karang-karang yang lebih besar daripada di Pulau Langir. Disini gak banyak tumbuhan kayunya, tapi karangnya tajam-tajam haha. Kali ini, kami tidak perlu berenang ke tepi. Ada juga sih yang berenang. Kalau aku dan cewek-cewek lainnya naik speedboat atau sampan dulu sampai di bibir pantai. Dari bibir pantai kami harus mendaki bukit berumput tinggi untuk sampai di mercusuar. Gak jauh kok, bukitnya juga cukup landai. 

Mercusuar ini ada pengelolanya ya, semacam polisi atau TNI AL gitu. Di sekitar mercusuar juga ada kamar-kamar asrama juga ruang pertemuannya. Pas kami kesana kebetulan pengelolanya tidak ada disana jadilah kami mengerahkan tenaga untuk nekat memanjat pagar hahaha. Big thanks lah buat abang siapa itu yang merelakan telapak tangannya buat kami--cewek-cewek--injak, karena pagarnya lumayan tinggi. Tapi tenang, gak ada pecahan kaca atau kawat berduri di atas pagarnya. 

Berhubung ga ada pengelolanya, ya kami tidak bisa masuk ke dalam mercusuar. Beragam cara kami coba untuk membobol kuncinya, tapi gak berhasil haha. Tinggi mercusuar ini sekitar 10 meter, tapi berhubung lokasinya di atas bukit, pasti kita bisa lihat seluruh Pulau Mendanau dari atas mercusuar. Kalau dilihat dari dokumentasi tim sebelumnya yang sudah kesini, di mercusuar ini ada teropong bintang juga. Kalau kami cukup berfoto saja di depan mercusuar kemudian memutuskan pulang.

Cuma ada foto ini saja, kami sudah lelah dan lapar (lagi) :v

Lapar, kedinginan, lelah, badan sakit semua, ditambah speedboat-nya ternyata sudah pergi. Aku nekat berenang dengan berpegangan sama teman yang pake pelampung. Sampai tengah, kok ternyata dalam sekali. Mungkin karena efek lelah dan sedikit panik, aku tiba-tiba sesak napas. Langsung deh dibawa ke tempat dangkal dan diangkut ke sampan -_-

Tapi beberapa teman yang berenang dan pake kacamata renang, katanya karang-karang di bawah bagus, meski tidak berwarna warni seperti yang kalau kulihat waktu snorkling di Karimunjawa. Ombaknya lumayan besar, jadi berhati-hatilah buat yang gak pandai berenang sepertiku.

Dari Tanjung Lancor ini, kami kembali ke Pelabuhan Selat Nasik selama kurang lebih 1 jam perjalanan laut. Kamu akan melihat pantai pasir panjang dan pantai kuku burung, juga Bukit Petaling dari kejauhan. 

Oke deh, itu dulu post untuk part 1 nya ya. Karena terlalu panjang sepertinya jika digabungkan dalam 1 post. Di part 2 nanti aku akan tonjolkan tempat-tempat ikonik di setiap desa di Pulau Mendanau beserta prestasi membanggakan dari pemuda-pemudi di Pulau Mendanau ya.

See you on the next post, and thank you for reading my story!




Bonus foto :D

3 komentar: